ASISTEN SOSIAL SITIREJO - Masalah ini berkenaan dengan studi bagaimana melawan kemiskinan dengan pendekatan dakwah bil-hal, yaitu suatu upaya menjawab problematika kehidupan masyarakat mikin dengan karya nyata. Dakwah Bil-Hal di kalangan masyarakat yang menjadi objek dakwah, dimaksudkan sebagai suatu proses mengajak umat manusia ke jalan Allah dengan tindakan, perbuatan atau karya nyata. Dakwah Bil-Hal bertumpu pada masyarakat (objek dakwah) itu sendiri (secara mandiri) melakukan proses perubahan sosial. Dakwah Bil-Hal diawali dengan pemetaan (mapping) wilayah Desa/kelurahan pada masyarakat (objek dakwah), identifikasi masalah dengan pertemuan warga (general meeting) masyarakat (objek dakwah), pelaksanaan program yang telah disusun bersama masyarakat, kemudian dilanjutkan dengan evaluasi. Masalah kemiskinan merupakan masalah dakwah yang serius untuk dipecahkan, dan masalah kemiskinan ini merupakan masalah yang bersifat multidimensional, sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan solusi dakwah yang benar-benar menyeluruh, dan bukan solusi secara parsial.
Penerapan setrategi dan teknik yang relevan, fleksibel dengan pendekatan dakwah bil-hal dihadapkan pada suatu harapan bahwa bagaimana setrategi yang digunakan dapat memberi jawaban atas pengentasan, keterpurukan nasib yang melilit masyarakat miskin. Pengentasan kemiskinan tersebut yang pada akhirnya dapat memberdayakan kemampuan masyarakat dalam membenahi kehidupannya, sehingga berkecukupan dan lebih berharga sama dengan masyarakat mapan yang lainnya.
Kata kunci: Budaya Kemiskinan, Pengentasan Kemiskinan, dan Dakwah Bil-Hal.
PENDAHULUAN
Shahabat Ali Bin Abi Thalib pernah mengatakan bahwa “Kalaulah kemiskinan itu berbentuk manusia, sungguh aku akan membunuhnya”. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang keberadaannya bersamaan awal mula Allah menciptakan manusia dan hidup di alam semesta ini. Konsep kemiskinan bukan semata misalnya, ketiadaan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga menyangkut mentalitas individu di dalam menjalani hidup. Kemiskinan selalu menghasilkan perilaku masyarakat yang dalam istilah Antropologi disebut the culture of poverty (budaya kemiskinan) yang terpaksa mengabaikan dua aspek penting kesehatan dan pendidikan. Maka menjadi logis bila dikatakan bahwa kemiskinan merupakan musuh bersama umat manusia.
Secara umum ada dua faktor penyebab kemiskinan, yakni struktural dan kultural. Struktur yang timpang, baik dalam kekuasaan alat produksi dan ekonomi maupun politik dan kekuasaan (lokal, nasional, atau global), akan melahirkan kemiskinan di masyarakat. Begitu pula budaya dan sikap hidup seseorang atau suatu masyarakat yang tidak memiliki etos kerja keras, semangat berprestasi, dan kemampuan mengembangkan usaha, mereka akan terjebak dalam kemiskinan.
Oscar Lewis (1955), mengungkapkan bahwa masalah budaya kemiskinan (the culture of poverty) adalah sesuatu yang diperoleh dengan belajar dan sifatnya selalu diturunkan kepada generasi selanjutnya maka kemiskinan menjadi lestari di dalam masyarakat yang berkebudayaan kemiskinan karena pola-pola sosialisasi, yang sebagian besar berlaku dalam kehidupan keluarga (Lewis,1955: 7).
Dijelaskan lebih lanjut oleh Oscar Lewis (1955: 10) bahwa orientasi nilai budaya orang miskin itu tidak mendukung upaya untuk melepas mata rantai kemiskinan. Suatu keluarga miskin cenderung mewariskan nilai budaya miskin dari generasi ke generasi, sehingga lingkaran kemiskinan tak bisa diputus. Interaksi sosial di lingkungan keluarga miskin menjadi wahana sosialisasi nilai bagi anak-anak secara berkesinambungan, yang menyebabkan the chain of poverty makin kuat sehingga tak dapat diurai.
Masalah kemiskinan merupakan masalah dakwah yang serius untuk dipecahkan, dan masalah kemiskinan ini merupakan masalah yang bersifat multidimensional, sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan solusi dakwah yang benar-benar menyeluruh, dan bukan solusi secara parsial. Oleh karena itu, langkah pertama yang dilakukan adalah mengetahui akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan, kemudian dari sebab tersebut dicari solusi dakwah yang tepat. Ada beberapa sebab mengapa masyarakat menjadi miskin yaitu: (1) pemahaman keagamaannya kurang (Weber, 1905:20) [2], (2) budaya kemiskinan (Lewis 1955:7) [3], (3) kualitas sumber daya manusianya kurang [4], dan (4) kurangnya modal usaha [5] (Kusnadi, 2003: 8).
Islam sebagai sebuah risalah paripurna dan ideologi hidup sangat memperhatikan masalah kemiskinan. Bahkan kemiskinan dipandang sebagai salah satu ancaman terbesar bagi keimanan (QS 2: 268). Islam memandang bahwa kemiskinan sepenuhnya adalah masalah struktural karena Allah telah menjamin rizki setiap makhluk yang telah, sedang, dan akan diciptakan-Nya (QS 30:40; QS 11:6). Setiap makhluk memiliki rizki masing-masing (QS 29:60) dan mereka tidak akan kelaparan (QS 20: 118-119). Di saat yang sama Islam telah menutup peluang bagi kemiskinan kultural dengan memberi kewajiban mencari nafkah bagi setiap individu (QS 67:15). Dalam Sabda Nabi Muhammad Saw bahwa kemiskinan dapat menjadi sumber kekafiran. “Hampir saja kemiskinan (kemiskinan jiwa dan hati) berubah menjadi kekufuran”(HR. Ath-Thabrani). “Perzinaan mengakibatkan kemiskinan”(HR. Al-Baihaqi dan Asysyihaab).
Secara doktriner, pemihakan Islam terhadap ‘orang miskin’ bukanlah hal yang baru. Term ‘fukoro (orang fakir), masakin (orang miskin), dan mustadz’afin (orang tertindas)’ merupakan term yang dapat kita temui dengan mudah baik dalam al-Qur’an, al-Hadits dan Kitab-kitab Fiqih baik klasik maupun modern.
Umat Islam semestinya tergerak hati untuk memerangi kemiskinan, karena kemiskinan seperti Hadits Nabi ”kadhal faqru ayyaquna kufran (hampir saja kemiskinan mendekatkan pada kekufuran)”. Membiarkan kemiskinan berarti juga pengingkaran terhadap nilai-nilai Islam yang sangat pundamental. Allah Swt. menyebutkan bahwa ”Dia ada bersama orang-orang miskin” (QS. 17: 31), karena itu bekerja dan berfihak kepada orang miskin seharusnya merupakan bagian dari upaya untuk mendekat (taqorub) kepada-Nya.
Apabila kita tengok maksud diturunkannya agama Islam adalah untuk –rahmatan lil ‘alamin- memberi kerohmatan bagi seluruh alam, maka setrategi dakwah yang diupayakan baik oleh lembaga dakwah maupun perorangan tidak lain adalah untuk membahagiakan dan mensejahterakan kehidupan di dunia dan diakhirat bagi apa, siapa, dan dimana saja.
Karena itu, untuk mensejahterakan kehidupan umat dalam artian mengatasi berbagai persoalan kemiskinan di atas, Setrategi dakwah bil-hal dalam upaya mengentaskan kemiskinan sebagai salah satu alternative pilihan, inilah yang akan dijawab dalam makalah ini.
Salam Sosial Nex Generation
Administrator : Purwanto
0 Komentar
Jika artikel ini bermanfaat silahkan share di media sosial kalian, dan berkomentarlah dengan komentar yang sopan, terimakasih